Tuesday, June 28, 2011

Kelenteng Jin De Yuan, Petak Sembilan, Jakarta

Tepatnya di bulan Februari 2011, saya pulang ke pulau Jawa dan main-main ke Jakarta. Awalnya saya hanya diberitahu teman mengenai keunikan daerah Petak Sembilan. Di sana kental dengan budaya tiong hoa. Dari makanan, barang dagangan yang dijual, rumah-rumah kuno, dan kelenteng. Hmmm..kedengarannya sangat menarik, melihat sisi lain dari kota Jakarta.

Petak Sembilan terletak di daerah Glodog. Selepas makan siang di Gang Kelinci, saya bersama Tantah dan Sisir naik bajaj ke Petak Sembilan. Karena bajaj tidak diperbolehkan melintas di jalan protokol glodog, jadi berputar-putarlah kami bertiga naik bajaj. Keluar masuk gang-gang sempit, melewati polisi tidur yang yaa..lumayan banyaklah, kemudian berpapasan dengan kendaraan lain di jalan sempit. Benar-benar perjalanan yang sangat panjang dan berkesan. Setelah berputar-putar kami diturunkan di Petak Sembilan tepatnya di depan Kelenteng Jin De Yuan.

Warna merah mendominasi. Hilir mudik orang-orang yang sedang bersembahyang, membuat tempat itu tampak sangat ramai. Saat masuk ke Kelenteng tersebut kami disambut oleh petugas kelenteng, "Nggak apa-apa mas, masuk aja! Boleh untuk umum kok."

Bagi saya orang jawa tulen pemandangan di dalam kelenteng membuat saya terbengong-bengong. Banyak sekali lilin-lilin besar, patung-patung budha, dupa, dan kepul asap yang tebal. Langsung saja saya main jeprat-jepret sampai ke bagian dalam kelenteng.

Puas mengambil gambar di dalam kelenteng, kami menyempatkan diri untuk berjalan-jalan di sepanjang gang Petak Sembilan. Wah, banyak toko-toko yang menjual alat-alat sembahyang. Mirip sekali seperti di film-film Cina di TV. Ada uang kertas, mobil kertas, dan lilin-lilin dengan berbagai macam ukuran.

Tak lama kemudian kami mencium aroma masakan yang khas, yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. WOW! Ternyata bebek peking, jeroan babi sudah bergelantungan di sepanjang gang. Ada juga pi-oh atau daging penyu, yang dimasak mirip siomay. Kemudian permen susu dengan berbagai macam bentuk dan merk. Wah, perjalanan kali itu memang benar-benar menarik.







Ende, Kota Pengasingan Bung Karno

DI KOTA INI KUTEMUKAN
LIMA BUTIR MUTIARA,
DI BAWAH POHON SUKUN INI PULA
KURENUNGKAN NILAI-NILAI LUHUR
PANCASILA


Ende. Terletak di jantung pulau Flores. Yang merupakan kota tua dan kota pendidikan di provinsi NTT. Di sini pula Bung Karno, sang Proklamator Negara Kesatuan Republik Indonesia pernah diasingkan oleh Portugis.

Masih terawat dan tertata rapi rumah bekas pengasingan Bung Karno di kabupaten Ende. Meskipun terdapat beberapa bagian dari rumah pengasingan itu yang mulai terlihat rusak. Entah kenapa, aura kegigihan Bung Karno masih tetap terasa ketika kami berada di depan rumah itu. Sayang, jam berkunjung telah usai saat kami sampai. Sedikit kecewa memang, tapi tak apa. Kami masih bisa mengabadikan gambar rumah pengasingan itu dari luar.

Selepas dari sana kami menuju ke Taman Proklamasi untuk melihat pohon sukun cabang lima. Yang merupakan tempat Bung Karno merenung hingga tercetus lima butir Pancasila sebagai dasar NKRI. Di taman itu juga dibangun monumen Bung Karno, sebagai lambang bahwa Bung Karno pernah berada di situ.




Monday, June 27, 2011

Kampung Adat Bena

Sesuai petunjuk pada papan nama di sisi jalan, kami pun berbelok menuju jalan kecil. Pohon kopi di kanan-kiri jalan mulai menyambut hangat. Begitu teduh dan rimbun. Beberapa menit kemudian terlihat hamparan tanah tinggi dengan jajaran rumah kayu beratapkan daun rumbia di sisi-sisinya.

Kampung adat Bena, terletak sekitar 70 KM dari Kabupaten Bajawa. Kampung adat tua yang masih dijaga keasliannya. Jajaran rumah yang tertata rapi memanjakan mata para wisatawan yang datang berkunjung ke sana. Di pelataran tampak beberapa kubur batu, dolmen, dan batu-batu tua yang disusun rapi menyerupai sebuah komplek yang dahulu dijadikan pusat pemberkatan upacara adat penduduk setempat. Tidak hanya itu, pelataran di tengah perkampungan itu dibuat berundak. Dan di puncaknya terdapat pohon besar yang begitu rindang. Dari situ kita dapat melihat ke segala penjuru pegunungan dan lembah yang ada di sekitarnya.

Seiring waktu berjalan, puncak tanah tersebut dibuat sebuah gua maria yang merupakan tempat sembahyang penduduk setempat. Kemudian di belakangnya sengaja dibangun gazebo sebagai tempat istirahat para wisatawan yang sedang berkunjung ke Kampung adat Bena.

Selain itu kampung adat Bena juga mempunyai kerajinan khas berupa kain songket. Yang menjadi ciri khas kain songket Bena jika dibandingkan dengan kain songket flores lainnya adalah warnanya yang lebih cerah dan colorful.

Luar biasa bukan? Maka dari itu kita sebagai generasi muda harus ikut menjaga kelestarian budaya dan adat istiadat yang ada di Indonesia sebagai warisan nenek moyang. Sehingga adat istiadat tersebut tidak cepat punah dan tetap dapat dinikmati anak cucu kita di masa yang akan datang.
















Monday, June 13, 2011

Bajawa, Kota beku di Flores

Barisan pohon berlari dalam gelap di sepanjang jalan sempit berliku. Angin menari dari sela-sela dedaunan menyapa kami dengan ramahnya. Sesekali kami merubah posisi duduk kami di dalam mobil karena kedinginan. Tak terasa kami telah memasuki kabupaten Bajawa.

Bajawa, sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh jajaran perbukitan di tengah jantung pulau Flores. Sekilas terlihat sunyi di malam hari. Mungkin dikarenakan udara dingin yang begitu menggigit, sehingga para penduduk enggan untuk menapakkan kaki mereka di sepanjang jalan kota ini. Jika kami lihat dengan seksama, nampak kehangatan keluarga yang sedang berkumpul di bawah atap terang bohlam di tiap rumah. Hmm...benar-benar surga kecil yang saya idamkan selama berada di Flores ini hehe..

Pagi menjelang. Tampak langit biru diselimuti awan tipis menambah indah kota kecil ini. Geliat kota mulai bangkit. Rutinitas masyarakat kota pada umumnya. Iseng-iseng saya mencoba membuka mulut di luar ruangan dan “HAH!” Woww..keluar asap dari mulut saya hehe.. Yup! Meskipun terik matahari pagi yang begitu menyengat, udara dingin tetap menusuk hingga ke tulang. Menurut masyarakat setempat saat itu bukanlah “puncak dingin” di Bajawa. Kemungkinan “puncak dingin” itu terjadi di bulan Juli-Agustus. Hmmm..sedingin apa ya? Benar-benar tidak bisa dibayangkan, bukan?

Sunday, June 12, 2011

Soa Hotspring, relaksasi alami Flores



Matahari sore mengintip dari balik jajaran bukit. Angin semilir menyentuh kulit ariku. Aroma belerang samar tercium oleh hidung. Hmmm..ya, kami dalam beberapa menit lagi akan singgah di pemandian air panas Soa.

Di halaman parkir yang tidak terlalu luas di sisi bukit, kami turun dari mobil menuju ke kompleks pemandian Soa. Setelah melewati gapura dari susunan bambu yang sudah mulai usang, kami disambut oleh aroma belerang yang semakin menusuk. Di kanan-kiri sepanjang jalan masuk di pemandian terdapat beberapa taman kecil dan bangunan-bangunan yang terlihat sudah lama tidak terawat. Meskipun demikian kealamian dari sumber air panas itu tetap terjaga.

Di pemandian air panas Soa terdapat 2 kolam utama, antara lain kolam terbuka dan kolam tertutup. Kolam terbuka berada di tengah kompleks pemandian dengan letak kolam yang sedikit menjorok ke dalam menyerupai cekungan dan di sekitarnya ditumbuhi pohon-pohon rindang. Di dasar kolam terdapat batu-batuan alam yang tergradasi kerak belerang mejadi hijau kekuningan yang semakin mempercantik kolam tersebut. Dari sela-sela bebatuan muncul sumber air panas. Airnya jernih, mengalir melalui kolam menuju sungai kecil di sisi kolam.

Kolam berikutnya berada di bagian belakang kompleks pemandian. Di sekeliling kolam tersebut dibangun dinding sekitar 3 meter. Maka dari itu kolam ini disebut sebagai kolam tertutup. Jarang ada yang menggunakan kolam tertutup ini. Karena bangunannya sudah tidak terawat lagi sehingga menimbulkan kesan horor dan terlalu sunyi.
Di sisi kiri komplek pemandian terdapat air terjun kecil yang mengalirkan air panas dari sumber pemandian ke sungai. Air terjun kecil dan cukup deras tersebut biasa digunakan para pengunjung untuk merefleksi bagian belakang tubuh dengan cara duduk di sisi bagian bawah air terjun. Karena penasaran saya pun mencobanya. Hmmm...awalnya sih sedikit sakit karena hentakan air yang cukup deras, tetapi setelah beberapa menit nikmat juga hehe..

Pemandian air panas ini biasanya dikunjungi oleh masyarakat sekitar, wisatawan asing, dan mancanegara untuk sekedar melepas lelah. Suasana alam yang rindang, suara air mengalir perlahan, kicau burung dari bukit menambah kenyamanan para pengunjung yang berkunjung ke sana. Benar-benar paradiso!

Friday, June 10, 2011

Riung, Surga Kecil di utara Flores.



Desir ombak terdengar lembut di telinga. Aroma laut semerbak memenuhi paru. Hamparan pantai pasir putih di lautan dangkal memanjakan mata para wisatawan. Hmmm..surga kecil itu bernama Riung, yang terletak di sisi sebelah utara pulau Flores.

Tak bosan-bosan mata kami terus memandang gugusan 17 pulau berjajar di perairan Riung. Rasa penasaran kami semakin menjadi, saat kami mulai menaikki perahu bertenaga diesel untuk menyusuri pulau-pulau itu. Saat itu pagi hari yang cerah. Matahari berpihak pada kami rupanya.

Sepanjang perjalanan kami dapat melihat bentangan horison biru yang sangat luas, dengan ombak-ombak kecil menggulung di antaranya. Selain itu di perairan laut dangkal dengan air yang jernih ini kami juga dapat melihat batu-batu karang di dasar laut, yang semakin membuat kami tidak sabar untuk segera berjibaku dengan lautan, supaya dapat melihat taman laut perairan Riung lebih dekat.

Di gugusan kepulauan Riung ini terdapat 2 pulau besar yang biasa disinggahi para wisatawan. Entah itu hanya sekedar untuk foto-foto ataupun bersantai dan menikmati keindahan alam Riung lebih lama. Pulau yang pertama adalah Pulau Kelelawar. Pulau ini dihuni oleh ratusan kelelawar. Mereka hidup di pohon-pohon bakau di sepanjang pantai. Kelelawar-kelelawar ini tidak menyerang manusia. Mereka hanya memakan buah-buahan yang mereka dapatkan dari daratan Riung dan sekitarnya.

Kemudian yang kedua adalah Pulau Rutong. Pulau kecil tak berpenghuni dengan hamparan pasir putih yang halus ini merupakan tempat singgah favorite para wisatawan. Di sekitarnya terdapat taman laut yang sangat indah.

perkampungan nelayan di Riung



Jalan masuk ke dermaga Riung

dermaga Riung


suasana dermaga Riung


Pulau Kelelawar, Riung


Taman Laut di Pulau Rutong

Pulau Rutong, Riung